Bicara tentang perang Vietnam, tentu saja yang terbersit di bayangan adalah pasukan VietCong (gerilyawan asal Vietnam Utara) mengendap ngendap, dengan senapan Mosin Nagant, AK-47 atau M3 Grease Gun, bersiap siap untuk meng-ambush satu peleton serdadu USMC atau US Army yang sedang berpatroli.
Tetapi, pernahkah terbayang, kalau AU Vietnam Utara sendiri melakukan “gerilya” dengan cara mereka sendiri? Suatu trik gerilya yang original dan sukses dalam menangkal serangan brutal pembom B-52 dan F-105 milik USAF. Total, Vietnam dapat dikatakan sukses dalam menangkal serangan-serangan pasukan udara USAF, US Navy dan ARVN (Tentara Vietnam Selatan), terbukti dengan total losses dalam Perang Vietnam mencapai 10.000 pesawat USAF, USN, US Army dan US Navy, serta 2.500 pesawat ARVN (suatu jumlah yang sangat fantastis, mengingat USAF sendiri saat ini “hanya” memiliki total 5.600an unit pesawat berbagai jenis dan operational losses US di perang Pasific saja “hanya” 14.500an unit (artinya losses selama perang Vietnam beda beda tipis dengan losses di Pasific pada era Perang Dunia ke 2)
Bagaimana ini bisa terjadi? Salah satu penyebabnya, Air Defense Vietnam Utara sangat sangat mumpuni. Dengan kekuatan total 1000-an unit meriam anti pesawat dari beraneka kaliber (mulai dari 23 mm, 37 mm, sang legenda 57 mm, sampai meriam meriam raksasa 100 mm yang berasal dari surplus Soviet) dan terutama sekitar 60-an situs rudal SA-2. Ini masih ditambah dengan jaringan radar dan GCI yang baik serta intelijen Vietnam Utara yang mumpuni, sehingga mereka bisa tahu kapan dan dimana ada pesawat US yang take off dari pangkalan mereka di Selatan. Ini masih ditambah kekuatan pesawat tempur Vietnam Utara yang mumpuni dengan andalan pesawat MiG-17 Fresco dan MiG-21 Fishbed.

Sebuah F-105 Thunderchief terkena rudal SA-2 Vietnam Utara.
Nah bicara soal operasional pesawat tempur Vietnam Utara memang sangat menarik. Salah satunya adalah taktik mereka dalam menghadapi USAF yang menggunakan kecanggihan teknologi dan kekuatan udara yang lebih besar. Salah satu yang ditakuti adalah taktik OCA (Offensive Counter-Air) Operation yang sering dilakukan oleh USAF dengan tujuan menghancurkan kekuatan AU Vietnam Utara di pangkalan mereka sendiri. Seperti kita ketahui, dalam perang Arab-Israel, banyak kekuatan udara Arab yang hancur sebelum bisa bertempur, karena Israel sukses melakukan taktik OCA terhadap pangkalan pangkalan negara negara Arab. Hasil taktik OCA ini, barisan pesawat pesawat MiG yang duduk manis di runway akan menjadi sasaran empuk pembom pembom US, dan runway rusak dapat menyebabkan operasi mereka terhambat karena terhalang untuk take off.
Nah bagaimana Vietnam Utara menghadapi ancaman utama ini?
Salah satu pesawat andalan Vietnam Utara adalah pesawat penyergap MiG-21 “Fishbed” dan MiG-17 “Fresco). Salah satu keunggulan dari dua jenis pesawat ini adalah, mereka bisa take off dalam jarak sangat pendek, dari unprepared airstrip, atau bahkan bila diperlukan, bisa take off lebih pendek lagi dengan bantuan RATO (Rocket Assisted Take Off). Dengan begitu, tidak perlu landasan besar untuk menerbangkan MiG-MiG tersebut, dan ini berarti MiG-MiG tersebut dapat stand-by di posisi terdepan, bahkan di tengah tengah hutan atau gunung.

Ilustrasi Pesawat MiG-21 Vietnam Utara Take Off dengan bantuan RATO.
Ketika pesawat B-52 lewat didekat mereka, GCI tinggal memerintahkan mereka untuk intercept, dan kemudian B-52 bakal kelabakan karena kedatangan “tamu” dari arah yang tidak mereka duga-duga. Tidak usah menembak jatuh B-52, cukup membuat mereka “sibuk” dan terpaksa menjatuhkan bawaan mereka yang maut dan membatalkan misi pemboman, maka misi pencegatan sudah selesai.
Forward Air Strip juga sukar dideteksi intel USAF dan juga sukar dihancurkan dari udara, selain itu, apabila rusak pun, fasilitas itu dapat diperbaiki dalam waktu singkat, atau bahkan mudah untuk membuat fasilitas serupa.
Permasalahannya tinggal satu lagi, “Bagaimana membawa MiG-MiG tersebut ke forward air strip itu?” Vietnam lalu mengandalkan helikopter raksasa Mil Mi-6 “Hook” yang mereka miliki. Sebuah Mil Mi-6 Hook sanggup membawa sebuah MiG-21 dalam keadaan fully loaded, dan karena dia take off dan landing vertikal, maka MiG tersebut dapat dibawa kemana saja, termasuk ke forward air strip ditengah hutan atau gunung, dalam keadaan siap tempur.

Mi-6 Hook, heli raksasa Vietnam Utara yang juga pernah dimiliki Indonesia.
Apabila ada serangan udara, MiG-MiG tersebut tinggal take off dengan RATO mereka dan menyerang pembom pembom US, setelah serangan, mereka kembali ke main airstrip mereka untuk landing, refuel, rearm, kemudian kembali ditempatkan di posisi mereka di airstrip kecil kecil tadi.
Mi-6 juga berguna sebagai transporter MiG yang rusak dan perlu perbaikan, dan membawa MiG yang sudah mengalami pemeliharaan ke pangkalan utamanya, jadi, meskipun Mi-6 tidak pernah digunakan untuk operasi Air Assault oleh Vietnam Utara, heli ini jadi salah satu Alutsista penting yang dimiliki Vietnam Utara.
Dengan bantuan heli-heli raksasa tersebut, lusinan MiG dapat tersebar di airstrip kecil kecil disekitar airstrip utama, aman terlindung dari intel USAF dan siap tempur apabila dibutuhkan. Oleh karena itu, USAF tidak pernah berhasil melakukan OCA yang sukses dan menghancurkan MiG Vietnam Utara di landasan sebelum operasional. Saking suksesnya, untuk menjatuhkan MiG tersebut, satu satunya cara adalah “memancing” mereka untuk terbang dan menjatuhkan mereka di udara (dan ini akan dibahas lain kali, ketika kita membahas Operation Bolo oleh Colonel Robin Olds).
Sangat menarik membaca sejarah operasional MiG-21 dan MiG-17 tersebut, bagaimana dengan Kohanudnas? Taktik apa yang akan mereka gunakan seandainya kita mengalami perang udara dengan musuh?